TINDAKAN YANG BENAR DALAM MENANGANI KEMISKINAN
Perkembangan doktrin mengenai kemiskinan
Ada
banyak orang di gereja maupun di lingkungan sekitar gereja yang hidup dengan
ekonomi di bawah rata-rata. Hal ini
menjadi tanggung jawab orang Kristen maupun gereja. Ellen G. White menegaskan bahwa “sekarang
banyak orang yang tinggal dekat dengan kita yang lapar, telanjang, dan tidak
mempunyai tempat tinggal. Suatu
kelalaian untuk memberikan yang ada pada kita kepada orang yang susah serta
menderita ini, menempatkan ke atas diri kita suatu beban kesalahan yang sekali
kita hadapi dengan perasaan takut.”[1]
Kehidupan yang sederhana |
Memberi bantuan material saja tidak cukup sebab bantuan material harus di ikuti dengan bantuan moral. Jika tidak, maka akan menimbulkan pemanjaan
diri dan ketergantungan yang justru akan menjerumuskan mereka ke dalam masalah
yang lebih besar.[2] Oleh karena itu Ellen G. White menegaskan
bahwa “Allah menuntut bukan saja kebajikanmu,
tetapi juga wajahmu yang gembira, perkataanmu yang penuh harapan, dan jamahan
tanganmu.”[3]
Dalam jangka waktu yang lama gereja telah memiliki pandangan yang salah
mengenai kemiskinan. Gereja berpendapat
bahwa orang Kristen harus tidak memikirkan kesejahteraan duniawi dan tidak
harus bekerja keras. Kerja keras dengan
fisik merupakan akibat dari dosa oleh karena usaha menjadi kaya adalah sumber dosa.[4] Pandangan ini menimbulkan paradigma negatif
terhadap penanggulangan kemiskinan.
Martin
Luther melihat hal ini sebagai kesalahan, sehingga ia menjadikan gerakan
bekerja keras sebagai salah satu yang harus dibangun dalam reformasi mental
kristiani. Luther berpendapat bahwa
bekerja keras bagi seorang protestan merupakan panggilan Tuhan, memang mencintai kekayaan adalah dosa tetapi usaha untuk keluar dari kemiskinan tidaklah dosa. Pandangan
ini sangat berpengaruh bagi berkembangnya paham liberalisme barat di mana
setiap orang berhak untuk mengembangkan diri.[5]
Hal
yang senada juga dilakukan oleh Yohanes Calvin.
Ia memunculkan sebuah paham yang kemudian disebut asketisme protestan. Bagi Calvin menyia-nyiakan waktu untuk
bermalas-malasan merupakan sebuah tindakan yang tidak selaras dengan kehendak
Allah.[6] Artinya mengejar harta surgawi dan kesucian
hidup, bukanlah suatu alasan untuk bermalas-malasan dan mengabaikan kebutuhan
duniawi.
Setiap orang wajib untuk bekerja keras secara mental maupun fisik
untuk terbebas dari kemiskinan. Hal ini
selaras dengan rencana Allah sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Tuhan menjadikan manusia untuk bekerja di
dalam taman Eden (Kej 2:15). Melihat hal
ini Ellen G. White berkata, “bekerja adalah
suatu berkat, bukanlah suatu kutuk.”[7] Bekerja keras adalah sebuah kewajiban, maka
dari itu Paulus menyatakan bahwa, setiap orang yang tidak bekerja hendaklah ia
jangan makan (2 Tes 3:10).
Cara yang benar dalam menolong fakir miskin
Pemberian
bantuan harus dilakukan dengan cara yang baik dan mendidik. Memberi bantuan material memang tidak salah,
namun akan menjadi lebih baik jika yang diberikan adalah sesuatu yang berguna untuk
jangka panjang. Berikut ini adalah cara
yang baik dan benar yang bisa dilakukan untuk menolong fakir miskin, yang pastikan
tidak mampu secara ekonomi :
Berikan Pekerjaan yang Layak
Solusi
yang paling tepat bagi orang yang menganggur, atau orang yang masih hidup
kekurangan walaupun sudah bekerja keras adalah memberikannya pekerjaan atau modal
untuk mengembangkan usaha yang telah dimilikinya. Solusi ini dapat diikuti dengan memberikan
kontrol dan bimbing yang berkelanjutan supaya mereka dapat memajukan usaha yang
dijalaninya[8]
Ajarkan Keterampilan yang Bermanfaat
Apabila
orang yang hendak dibantu memiliki kemampuan untuk belajar, maka ada lebih
baiknya jika bantuan yang diberikan berupa bekal ilmu maupun ketrampilan. Hal ini memungkinkan untuk membuat mereka
mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan mandiri.[9]
Sekolah Bagi Anak-Anak Yang Tidak Mampu.
Salah
satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah terabaikannya pendidikan bagi
anak-anak tidak mampu. Memberikan
bantuan beasiswa bagi anak-anak tidak mampu adalah solusi jangka panjang dalam
mengani kemiskinan. Apalagi jika orang tua yang akan dibantu sulit
untuk belajar dan bekerja mengikuti arahan yang berikan, maka solusi paling
tepat adalah memperbaiki generasi mudanya.[10]
Hal
ini dapat dilakukan dengan menjadikan anak mereka sebagai anak asuh, agar dapat
diarahkan untuk menjadi orang yang berkualitas dan mandiri. Jemaat diharapkan untuk dapat menjadi orang
tua asuh bagi mereka, dan menjadi keluarga yang dapat memberikan arahan yang
baik. Cara ini dimungkinkan lebih baik
dari pada membawa mereka ke dalam panti asuhan.[11]
Ellen
G. White memberikan kesaksian mengenai pengalamannya terhadap anak yatim piatu,
“setelah saya menikah petunjuk di berikan kepada saya bahwa saya harus
menunjukan perhatian khusus kepada anak-anak yatim piatu, mengambil beberapa di
bawah asuhan saya sendiri selama suatu jangka waktu, dan kemudian mencarikan
rumah bagi mereka. Dengan demikian saya
akan memberi teladan kepada orang lain tentang apa yang mereka dapat lakukan.”[12]
Membantu yang Bersifat Mendesak.
Jangan
membantu dengan sesuatu yang justru akan membuat orang yang kita tolong menjadi
malas untuk bekerja. Bantulah seperlunya
saja dan hentikan bantuan ketika sudah mulai terlihat normal kembali. Contohnya seperti membayari biaya berobat,
memberi makan orang yang kelaparan, membantu biaya renovasi rumah orang tak
mampu, membayari uang kontrakan orang miskin yang terancam diusir pemiliknya,
dan lain-lain.
Untuk
fakir miskin yang sudah tua renta,
orang yang sakit-sakitan, orang yang menyandang cacat,
dan lain sebagainya yang sulit untuk bekerja mencukupi kebutuhan dirinya
sendiri, sebaiknya menolong mereka secara penuh. Bantulah mulai dari sandang, pangan, papan, dan berbagai kebutuhan
penunjang lainnya. Sebagai sesama
manusia memang sudah sepantasnya kita untuk saling tolong-menolong.
Sampai
disini, dapat lihat bagaimana tanggung
jawab gereja dan pribadi Kristen terhadap orang miskin. Gereja dan pribadi Kristen tidak hanya harus
memberi mereka bantuan materiel yang bersifat sementara, tetapi juga harus
dapat memberikan motivasi, bimbingan dan sarana untuk membawa mereka keluar
dari kemiskinan.
[6]Yahya
Wijaya, Kesalehan Pasar: Kajian Teologis
Terhadap Isu-Isu Ekonom dan Bisnis di Indonesia (Jakarta: Yahya Wijaya,
2010), 11-12.
0 Response to "TINDAKAN YANG BENAR DALAM MENANGANI KEMISKINAN"
Post a Comment